Praktisi Hukum Ini Minta Tindak Dugaan Praktik Jual Beli TBS

oleh -27 views

INHU, (Media Geser) – Terkait adanya dugaan praktik jual beli Tandan Buah Segar (TBS) yang berasal dari hutan kawasan dan atau taman nasional harus ditindak tegas dan diptoses sesuai hukum yang berlaku.

Jika hal itu terus dibiarkan maka akan berdampak luas kerusakan hutan diwilayah Provinsi Riau serta punahnya ekosistem hutan dan gambut.

Hal itu disampaikan praktisi hukum dan penggiat lingkungan di Provinsi Riau, Alhamran Ariawan kepada wartawan, Rabu 26 Mei 2021.

Dikatakannya, salah satu isu yang berkembang adalah terkait adanya jual beli TBS (kelapa sawit-red) dari kawasan hutan diwilayah Kabupaten Inhu.

“Penegak hukuk harus memeriksa pemilik kebun yang ada di areal kawasan hutan. Dan juga pengumpul TBS atau pemilik Delivery Order (DO) dan pemilik industri pengolahan TBS,” kata dia.

Menurutnya, dasar hukum pendirian Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sudah diatur dalam Peraturan Mentan No 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

Sebagaimana diubah dengan Peratutan Mentan No.29/PERMENTAN/KB.410/5/2016 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Mentan No.98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

Terakhir, aturan pendirian PKS diubah dengan Peraturan Mentan No.21/PERMENTAN/KB.410/6/2017 tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Perubahan Mentan No.98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

Dimana, pada pasal 11 (1) menyebutkan, bahwa Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan untuk mendapatkan IUP-P.
Sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, harus memenuhi sekurang-kurangnya 20 persen dari keseluruhan bahan baku yang dibutuhkan berasal dari kebun yang diusahakan sendiri dan kekurangannya wajib dipenuhi melalui kemitraan pengolahan berkelanjutan.

“Kemitraan pengolahan berkelanjutan ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan bahan baku, terbentuknya harga pasar yang wajar serta terwujudnya peningkatan nilai tambah secara berkelanjutan bagi pekebun,” terangnya.

Alhamran menuturkan, kemitraan pihak perusahaan dengan masyarakat dapat berasal dari kebun milik masyarakat maupun perusahaan perkebunan lain yang belum melakukan kemitraan dengan perusahaan.

Namun, kemitraan harus dari sumber yang legal yang dapat dibuktikan. Salah satu poin penting adalah sumber pasokan TBS tidak berasal dari kawasan hutan.

Jika terbukti industri sawit atau PKS menampung kelapa sawit yang berasal dari kawasan hutan dapat diancam dengan tindak pidana, berdasarkan ketentuan Undang-undang No.18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Sebagaimana dimaksud dalam pasal 93 ayat (3) huruf C berbunyi, Koorporasi yang: membeli, memasarkan dan atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan didalam kawasan hutan tanpa izin, sebagaimana dimaksud dalam paaal 17 ayat (2) huruf E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar.

Selain ancaman pidana terhadap koorporasi dan pengurusnya, terhadap produk yang dihasilkan industri pengolahan kelapa sawit, yang ternyata dari sumber yang bertentangan dengan hukum, maka akan berdampak pada penjualan CPO di pasar global, bisa saja tidak dibeli.

Oleh karena itu, baik pasar dunia maupun pemerintah bersama industri sawit dalam negeri telah membentuk lembaga sertifikasi, baik terhadap kebun ramah lingkungan dan taat azas maupun sertifikasi terhadap industri pengolahan.

“Lembaga tersebut yaitu RSPO (Rountable and Suntainable Palm Oil) yang bersifat Voluntri dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang bersifat mandatori,” jelasnya.

Jika pelaku industri sawit dan atau kebun sudah memiliki sertifikasi tersebut sudah terjamin di pasar global, khususnya RSPO.

Oleh karena itu, pemerintah perlu menertibkan industri pengolahan atau PKS yang sudah berdiri sebagai bentuk pengawasan, khususnya PKS yang berdiri tanpa adanya jaminan kebun sendiri.

“Hal ini penting agar memastikan untuk terciptanya kenyamanan bagi investor harus taat azas, demikian juga kemitraan dengan masyarakat adalah suatu kewajiban,” katanya. (yus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.