Rokan Hulu,(Mediageser.com)- Sidang perkara dugaan pemalsuan dan penggelapan SKGR agenda akhir mendengarkan keterangan saksi (Senin, 24/05/2021) kemaren di Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian. Dan Yeni Akui SKGR Miliknya Ada Kesalahan.
Dalam persidangan, dipimpin Hakim Ketua Lusiana Amping SH MH didampingi hakim anggota Gerri Caniggia SH dan Gilar Amrizal SH dibantu Panitera Pengganti Panitera Aryandanda, SH, MH.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendra Rasyid Nasution SH MH dan Penasehat Hukum terdakwa Poltak SH batal menghadirkan saksi ahli sebagaimana permintaan terdakwa kepada majelis hakim pada sidang sebelumnya.
“Saksi Ahli kami batalkan, kepada Majelis Hakim silahkan melanjutkan sidang meminta keterangan kepada kedua terdakwa”, ujar Poltak kepada Majelis hakim.
Hakim ketua Lusiana mengawali pertanyaan kepada terdakwa Yeni Irmayati tentang kronologis penerbitan SKGR miliknya sehingga berujung pengaduan pelapor saudara Damrizal.
Mantan Kepala Sekolah SMP 3 Ujung Batu itu memaparkan, diawali dengan rasa iba kepada ibu Joko seorang pekerja IRT yang terus-menerus mengeluh tentang hutangnya sebesar Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) kepada rentenir almarhumah Inang Boru Pangkar warga Desa Teluk Aur kecamatan Rambah Samo pada tahun 2013 lalu.
Niat terdakwa Yeni membantu menyelesaikan hutang ibu Joko dengan jaminan SKGR milik Haji Damrizal diluar dugaannya hingga berujung ke pengadilan. Setelah setahun kemudian, seorang tenaga pengajar wanita berinisial Widia melaporkan ibu Joko ke Polres Rokan Hulu karena melakukan Penggelapan SKGR milik tetangganya Haji Damrizal.
Keterangan terdakwa Yeni di depan Majelis Hakim tahun 2014 lalu saya dipanggil ke Polres Rohul sebagai saksi dan perkara itu tidak berkelanjutan.
Kemudian pada tahun 2019 terdakwa Yeni dipanggil ke kantor Desa Pematang Tebih untuk berumbuk menyelesaikan perkara secara kekeluargaan.
Namun kesepakatan secara lisan dari para pihak untuk mengembalikan uangnya sebesar Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dalam jangka waktu satu bulan tidak terealisasi, terang Yeni.
Masih dalam tahun 2019, datanglah panggilan ke Polda Riau menjadikan saya salah satu tersangka dan pemeriksaan bergulir hingga ke pengadilan ini, tutur terdakwa Yeni.
Saat Hakim ketua Lusiana menanyakan alasan terdakwa Yeni rela menerima kesepakatan perdamaian para pihak di kantor Desa Pematang Tebih karena melihat ada kesalahan pada penerbitan SKGR milik saya Yang Mulia, tuturnya.
“Saya menyuruh seorang rekan guru SMP 3 untuk mengurus segala urusan penerbitan balik nama SKGR atas nama Damrizal ke nama saya. Rekan guru menyanggupi mengurus segala urusannya ke perangkat desa dengan alasan bertetangga dengan personil petugas penerbitan SKGR desa Pematang Tebih dan biaya administrasi yang diminta tidak mahal, hanya Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) dan saya langsung setujui Yang Mulia”, urainya di depan Majelis.
Selanjutnya hakim menanyakan kepada terdakwa apakah melakukan akad jual beli tanah ukuran 15 x 45 meter itu kepada haji Damrizal sebagi pemilik tanah. Terdakwa Yeni mengaku tidak pernah melakukan akad jual beli kepada Damrizal maupun kepada Samsul Bahri alias Kari sebagai pemilik awal melainkan saya membayarnya kepada ibu Joko Yang Mulia, sambungnya.
Yeni merincikan, dirinya cukup percaya kepada Kades Pematang Tebih saat itu Juraidi alias Ibung yang menyampaikan semua urusan balik nama SKGR bisa diatur bawahannya karena pada SKGR milik Damrizal, penjualnya tertera nama panggilan KARI, sementara nama aslinya di KTP Samsul Bahri, jadi tidak akan ada masalah nantinya, ucapnya menirukan.
Hakim ketua Lusiana disela pertanyaannya mengutarakan kekesalannya atas tindakan kurang waspada seorang terpelajar menyuruh menerbitkan balik nama SKGR tanpa akad jual beli yang Sah dengan pemiliknya.
“Semestinya tenaga pengajar terpelajar tidak melakukan tindakan kurang teliti seperti ini”, kesal Hakim Ketua dengan nada kecewa.
Diluar persidangan, Penasehat Hukum pelapor Indra Ramos SHI saat diminta keterangan oleh awak media mengatakan, pengakuan terdakwa didepan majelis tentang berbagai kesalahan pada SKGR miliknya, termasuk tanda tangan palsu sudah sesuai dengan keterangan Saksi Ahli Kardiansyah dalam persidangan sebelumnya.
Terdakwa dijerat KUHP Pindana Pasal 23 tentang Pemalsuan Surat dimana ancaman hukumannya 6 (enam) tahun penjara.
“Dari pengakuan dan uraian terdakwa, sangat memudahkan bagi JPU memberikan tuntutan dalam agenda sidang berikutnya, dan saya akan menyurati JPU dalam permintaan pemberian tuntutan seberat – beratnya, dengan alasan terdakwa adalah tenaga pengajar yang Terpelajar,” tukas Indra mangakhiri.
Laporan : Elisman Purba