INHU,(Media Geser) – Masyarakat Terdampak Polusi Tambang (Master Dampot) kembali menggelar aksi penghadangan puluhan truck angkutan barang ditengah jalan tepatnya di Jalan Napal, Rabu (31/5).
Aksi penolakan terhadap puluhan armada truck tronton pengangkut hasil tambang berupa batubara itu merupakan bentuk protes warga yang tergabung dalam kelompok Master Dampot.
Master Dampot menolak keras penggunaan jalan umum (jalan milik Pemda Inhu) dilalui armada angkutan batubara yang berjumlah hingga ratusan unit.
Sampai memasuki hari kedua aksi protes Master Dampot tapi belum ada satupun dari pihak perusahaan tambang batubara yang datang menemui para pendemo.
Informasi yang dirangkum dilapangan, puluhan truck yang dihentikan itu menangkut batubara yang berasal dari wilayah (lokasi) tambang Kecamatan Batang Peranap, Peranap dan Rakit Kulim.
Disebutkan ada tiga perusahaan pertambangan didua kecamatan tersebut, antara lain PT Pengembangan Investasi Riau (PIR), PT Anugerah Riau Coal dan PT Era Perkasa Mining.
Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBH-YLBHI) yang melakukan bantuan hukum pada masyarakat mengatakan, perusahaan-perusahaan tersebut telah melanggar Pasal 91 Undang-undang No.3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
“Ketiadaan jalan khusus pertambangan dan penggunaan jalan umum untuk aktivitas pertambangan, diduga tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” kata Juru Bicara LBH YLBI, Wira Ananda kepada wartawan, Rabu (31/5).
Wira menuturkan, pembiaran ini jelas merupakan ancaman dan pelanggaran serius dan substansial bagi kesejahteraan masyarakat dan kelangsungan lingkungan hidup yang sehat.
Tidak hanya itu, sikap pemerintah yang abai dalam menanggapi keluhan masyarakat juga disebutnya membuat masyarakat semakin terancam.
“Sampai hari ini, belum ada satupun perwakilan pemerintah yang datang menemui warga, guna memberikan jalan penyelesaian yang ideal dan baik,” ucapnya.
Wira menambahkan, bahwa pemerintah terkesan tutup mata, abai dengan keluhan warga serta ragu-ragu dalam menegakkan aturan terhadap pihak perusahaan.
“Pemerintah telah gagal dalam memenuhi hak dasar warga negara, terutama masyarakat Kecamatan Peranap, Batang Peranap, dan Rakit Kulim atas lingkungan hidup yang sehat serta fasilitas publik yang aman dan nyaman. Atas hal ini pemerintah telah melanggar UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28H ayat 1,” tegasnya.
Sampai saat ini, sambung Wira, warga yang terdampak aktivitas batubara masih menghentikan aktivitas truk yang melintasi Kecamatan Peranap, terutama di Desa Semelinang Darat.
Lebih 50 unit truk pengangkut batubara berbobot 30 – 35 ton itu dihentikan warga di sepanjang bahu jalan Desa Semelinang Darat.
“Warga bersepakat untuk terus menahan aktivitas truk batubara, hingga ada jalan penyelesaian yang ideal dan baik dari pihak perusahaan dan pemerintah,” ujarnya.
Pihaknya menduga, selain perusahaan tambang batubara pemegang izin, diduga telah terjadi pertambangan ilegal (illegal mining). Terindikasi, ada perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspolitasi batubara di luar lokasi Izin Usaha Pertambangan-Operasi Produksi (IUP-OP).
“Polri dan KementerianĀ ESDMĀ harus segera melakukan pemeriksaan dan menindak perusahaan-perusahaan yang diduga melakukan pertambangan ilegal,” tandasnya. (yuz)